Menelusuri Lahirnya Hallyu Korea

(Koran Tempo, 2 April 2016)

resensi-koran-tempo-2-april-2016

“Korea sama sekali tidak keren pada 1985”. Demikianlah kalimat pembuka dalam buku yang ditulis Euny Hong ini. Di tahun tersebut, Hong –yang ketika itu baru berusia 12 tahun— bersama orangtuanya kembali ke Seoul setelah lama tinggal di Amerika.

Sekarang, Korea (baca: Korea Selatan) melalui gelombang budaya populernya atau yang dikenal sebagai “Hallyu”, telah menjelma menjadi sebuah fenomena yang digandrungi sekaligus menyedot perhatian seluruh dunia. Dalam hanya waktu puluhan tahun, Korea mengalami perubahan yang baru dicapai kebanyakan negara maju setelah ratusan tahun. K-Pop, drama, film, video game, dan makanan cepat saji Korea telah mendominasi wilayah budaya Asia, bahkan semakin moncer di Eropa dan Amerika. Dengan tak merasa berlebihan Hong mengatakan, “Hallyu adalah peralihan paradigma budaya tercepat dan terbesar dalam sejarah modern.”

Secara memikat –ditulis dengan gaya bahasa yang ringan tapi tajam, anekdot yang cerdas, dalam esai berselera humor yang dipadu pengalaman pribadi dan kerja jurnalistik– bagaimana budaya Pop Korea tersebut lahir diceritakan dalam bukunya yang berjudul Korean Cool. Tumbuh besar di Chicago, Hong sempurna untuk memahami Korea yang kompleks secara objektif tapi juga sinis. Ia mengajak kita (pembaca luar-Korea) menelusuri apa sebenarnya di balik ledakan Korean Wave tersebut.

Seperti yang dikatakan Hong, Korea pada 1985 adalah sebuah negara berkembang yang dapat dikatakan memprihatinkan.  Padahal ia tinggal di Gangnam, distrik paling elite di Seoul. Hong berkisah lift Apartemennya sering rusak, kehabisan dan pemutusan aliran air biasa terjadi. Teknologi Korea terkenal sangat buruk pada masa itu. Hong seperti mengalami kaget budaya. Tak seperti di Amerika, kondisi toilet pada tahun 1985 “ya ampun”, kata Hong, yang tercengang menemukan toilet jongkok yang jorok karena cekungan buang airnya tidak bisa disiram.

Lalu bagaimana Korea bisa berubah begitu drastis hanya dalam tiga dekade? Menurut Hong, setiap perubahan yang dialami bangsa maju lahir dari ironi. Korea sejak akhir tahun 1980-an sampai awal 1990-an mengalami pertumbuhan ekonomi nasional yang sangat tajam. Hong menyaksikan transformasi Seoul dari tempat yang kumuh, sesak, dan berbahaya, menjadi kota besar global yang kaya penuh ironi. Orang-orang berpakaian sangat mewah, tetapi masih nongkrong di tempat parkir karena Seoul tidak ada cukup ruang publik (hlm 13-14).
Lanjutkan membaca “Menelusuri Lahirnya Hallyu Korea”