Mesin Raksasa Bernama Industri Sepak Bola

(Koran Sindo, 23 Oktober 2016)

mesin_bola1

Sepak bola saat ini bukan hanya pertandingan antar dua tim kesebelasan di atas rumput hijau. Lebih dari itu, sepak bola mencerminkan sebagai kekuatan global, kekuatan politik, dan bahkan kekuatan budaya. Sepak bola adalah bisnis, identitas, politik dan keyakinan yang termodifikasi melalui perayaan yang penuh dengan kegembiraan. Semua itu bergumul dalam suatu mesin raksasa bernama industri sepak bola.

Iswandi Syahputra, penulis buku ini, mendeskripsikan sepak bola sebagai sebuah industri telah digerakkan oleh tiga kekuatan besar, 3G yaitu Gold, Glory, dan Goal. Gold merepresentasikan kekuatan material berupa keuntungan dalam industri sepak bola. Glory merepresentasikan kemuliaan atau kebanggaan terhadap klub sepak bola, dan goal merepresentasikan kesenangan dan kegembiraan dalam diri fans. Ketiganya berkelindan menjadikan sepak bola sebagai sebuah medan bisnis sekaligus fanatisme.

Pertimbangan bisnis dengan hitungan untung rugi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari industri sepak bola. Bintang sepak bola yang dimiliki sebuah klub bukan lagi sebagai aset tetapi menjadi komoditas. Sebagai komoditas seorang pesepakbola tidak lagi menjadi olahragawan murni. Bintang sepak bola merupakan komoditi dan selebriti sekaligus secara bersamaan (hlm. 3). Artinya dalam dunia sepak bola manusia dijadikan komoditas bisnis yang diperjualbelikan melalui suatu bursa transfer pemain. Sementara sebagai selebritis, pemain sepak bola dapat dikatakan menikmati kemasyhuran yang diperoleh melalui campur tangan media.

Hal ini menjadikan sepak bola bagi pemain tidak lagi ajang ketangkasan olah si kulit bundar, atau area adu strategi bagi pelatih. Karena sepak bola dikelola secara bisnis, pemain dan pelatih tentu memiliki harga sedangkan klub sepak bola berharap mendapat keuntungan secara finansial. Sepak bola menampakkan suatu arsiran antara medan bisnis olahraga, hiburan, media massa, dan media bisnis lainnya yang saling terkait.

Selanjutnya dalam industri sepak bola, kepemilikan glory sangatlah penting. Glory menjadikan sepak bola bukan saja dinikmati oleh pemain, pelatih atau managemen klub sepak bola, tetapi juga dapat dinikmati sebagian pecinta sepak bola, baik yang tergabung dalam suatu fans club ataupun tidak. Glory ini merupakan pintu masuk untuk memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan yang dijanjikan sepak bola pada khalayak. Pada gilirannya, glory ini yang memicu rasa memiliki dan fanatisme fans (hlm. 6). Lanjutkan membaca “Mesin Raksasa Bernama Industri Sepak Bola”

Kenikmatan Mencairnya Identitas Menjadi Indonesia

(Harian Bhirawa, Januari 2016)

identitas-dan-kenikmatan-2015-rawinala-i-pc

Indonesia selama milenium baru ini menampilkan wajah zaman yang sama sekali berbeda.  Selama lebih dari sepuluh tahun terakhir, tontonan yang bernuasa islam memenuhi layar televisi, bioskop, dan kini layar telepon pintar melalui saluran video Youtube. Seolah membawa pesan kesalehan yang bukan hanya disukai, namun menjadi kenikmatan identitas bagi para kelas menengah baru di Indonesia.

Mereka adalah para kelas menengah perkotaan yang relatif masih muda. Dengan gaya hidup yang dikelilingi praktek mengonsumsi budaya layar atau screen culture. Telepon genggam pintar dan media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya keseharian. Kemunculan tontonan bernafas islami, dibarengi dengan euforia islamisasi yang ditunjukkan dengan ramainya perempuan berjilbab dan balutan pakaian muslim-muslimah.

Fenomena demikian menjelasnya bagaimana pertautan antara politik budaya layar di Indonesia dengan tampilan budaya populer yang marak,. Hal ini kemudian yang diteliti oleh Ariel Heryanto dalam bukunya Identitas dan Kenikmatan. Melalui penuturan yang mudah dipahami dan gaya bahasa yang memikat, Ariel mencoba mengungkapkan fenomena kultural ini sebagai gejala menguatnya efek globalisasi, mediatitasi, amerikanisasi, dan asianisasi di Indonesia pasca keruntuhan rezim otoriter Orde Baru.

Pasca Orde Baru tidak pernah kita temukan betapa cairnya identitas dibandingkan zaman sebelumnya. Runtuhnya sebuah rezim yang ototarian seperti membuka keran demokrasi yang sebelumnya dihambat itu mengalir deras. Membuat pelbagai identitas yang di masa itu dikerdilkan, pelan-pelan bangkit dan menjelma dalam perkembangan budaya populer di Indonesia saat ini. Lanjutkan membaca “Kenikmatan Mencairnya Identitas Menjadi Indonesia”